Ternyata Aku Masih Suka Mandi Dosa!
Ada kalanya dalam perjalanan hidup rohani kita, hati terasa sesak, bingung, dan kosong. Tidak ada damai sejahtera, hanya kekosongan yang menyesakkan. Di saat itulah kita dihadapkan pada kenyataan pahit: kita masih suka "mandi dosa", berteman akrab dengan dosa, dan lebih mengikuti keinginan diri sendiri daripada kehendak Tuhan.
Mengapa Hati Menjadi Sesak?
Firman Tuhan berkata,
"Karena itu, bertobatlah dan berbaliklah kepada Tuhan supaya dosamu dihapuskan, agar datang waktunya Tuhan memberikan kelegaan" (Kisah Para Rasul 3:19).
Hati menjadi sesak karena dosa memisahkan kita dari hadirat Tuhan. Dosa, yang mungkin awalnya kecil dan tampak sepele, perlahan-lahan membuat kita nyaman di dalamnya. Kita tidak lagi merasa bersalah. Kita tidak lagi bertanya, "Apakah ini berkenan di hadapan Tuhan?" Kita hanya bertanya, "Apa yang saya mau?"
Ketika manusia mulai memuaskan dirinya sendiri tanpa memperhatikan kehendak Allah, maka relasi dengan Tuhan akan terganggu. Nabi Yesaya pernah menegur bangsa Israel:
"Tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2)
"Mandi dosa" menggambarkan keadaan di mana dosa bukan lagi sekadar jatuh sesekali, melainkan menjadi gaya hidup. Kita tidak lagi menghindari dosa, melainkan membiarkannya membasahi setiap sudut kehidupan kita. Kita bahkan "berteman" dengannya — merasa akrab dan tidak lagi malu hidup dalam ketidaktaatan.
Yesus mengingatkan kita:
"Setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa." (Yohanes 8:34)
Jika kita bersahabat dengan dosa, kita sedang memperbudak diri kita sendiri. Dan seorang hamba tidak memiliki kebebasan sejati. Hanya Kristus yang bisa membebaskan kita.
Akar dari semua ini adalah keakuan: hidup berpusat pada "saya mau", bukan pada "Tuhan mau". Tuhan Yesus sendiri menunjukkan kepada kita jalan yang benar ketika di Taman Getsemani Ia berdoa: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39)
Hidup Kristen sejati adalah menyerahkan kehendak diri di hadapan kehendak Tuhan. Bukan menuruti hawa nafsu dan keinginan pribadi, melainkan mencari perkenanan Allah dalam segala hal.
Fenomena sekarang
Rajin Ibadah, Tetapi lidah masih bercabang. Aktif dalam pelayanan, tetapi di balik layar tetap mengata-ngatai.
Posting Ayat, Tetapi Suka Menyakiti Lewat Kata.
Korupsi "Kecil", Tapi Tetap Bawa Persepuluhan.
Mencuri waktu dan uang dianggap remeh, asal masih ‘setia’ dalam memberi di gereja.
Hubungan Tak Kudus, Tetapi Berdoa Bersama seolah Tuhan menyetujui segalanya.
Ini bukan sekadar kejatuhan, ini adalah gaya hidup dosa yang dinormalisasi dan didekorasi agar tampak rohani.
Jika hati kita sudah tidak lagi tersentak saat berbuat dosa, jika hidup kita nyaman dalam kemunafikan, maka mungkin saatnya kita bertanya: Apakah aku masih punya rasa takut akan Tuhan? Apakah aku sedang bersih atau hanya berpura-pura bersih?
Saatnya bertobat. Saatnya berhenti mandi dosa.
Jika hari ini hati kita sesak, jika hidup kita terasa kosong dan tanpa arah, mungkin Tuhan sedang mengetuk hati kita untuk kembali.
Bukan untuk dihukum, tetapi untuk dipulihkan.
Bukan untuk dihakimi, tetapi untuk diampuni.
Firman-Nya tetap berlaku:
"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9)
Marilah kita kembali kepada Tuhan.
Basuhlah hidup kita bukan dengan dosa, tetapi dengan kasih karunia-Nya.
Bertemanlah bukan dengan dunia yang fana, melainkan dengan Roh Kudus yang menghidupkan.
Dan hiduplah bukan lagi untuk dunia, melainkan untuk "Tuhan". Tuhan Yesus memberkati. Amin