Gereja Bukan Bioskop Rohani: Hentikan Budaya Duduk-Manis!
Ada wabah diam-diam dalam gereja masa kini. Bukan virus mematikan, tetapi mentalitas penonton yang menjalar di antara umat percaya. Gereja berubah fungsi — dari tempat pertobatan menjadi ruang tontonan, dari medan pelayanan menjadi panggung pertunjukan. Jemaat datang bukan untuk menyembah dan melayani, tetapi untuk "menikmati". Ibadah pun berubah: khotbah dinilai dari “menarik tidaknya”, musik dari “merdu tidaknya”, suasana dari “nyaman tidaknya.” Gereja telah dijadikan bioskop rohani, dan umat Tuhan jadi penonton pasif.
Ini penyimpangan serius — dan kita harus berhenti berpura-pura bahwa semua baik-baik saja.
Alkitab tidak pernah menyebut gereja sebagai tempat tontonan. Gereja adalah keluarga Allah, tempat relasi, pertumbuhan, dan pengabdian satu sama lain.
“Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah.” (Efesus 2:19)
Bayangkan jika dalam sebuah keluarga, ayah hanya duduk diam menonton TV, ibu sibuk sendiri tanpa bantuan, dan anak-anak tak tahu arah hidupnya. Itulah yang terjadi ketika jemaat hanya datang ke gereja untuk mengonsumsi, bukan untuk berkontribusi.
Gereja bukan panggung hiburan. Jika Anda menjadikan gereja tempat menonton dan menilai, Anda telah kehilangan arah tujuan kekristenan.
Paulus menegaskan bahwa setiap kita adalah anggota tubuh Kristus yang hidup (1 Korintus 12:27)
Tangan yang tidak pernah digunakan akan mengalami atrofi. Kaki yang tidak melangkah akan lemah dan mati rasa. Begitu pula kehidupan rohani yang tidak dipakai untuk melayani — akan mati perlahan meskipun kelihatannya masih “ikut ibadah tiap minggu.”
Gereja bukanlah tempat di mana beberapa orang di atas panggung bekerja keras sementara ratusan lainnya menonton. Gereja bukan klub eksklusif. Ia adalah tubuh hidup, di mana setiap anggota wajib berfungsi sesuai panggilannya.
Tetapi banyak orang Kristen kini merasa cukup hanya “hadir” di gereja. Mereka menilai khotbah seperti menilai film bioskop, menyukai atau tidak menyukai ibadah seperti review restoran. Mereka bukan murid. Mereka hanya penonton yang mengaku murid.
Ini dosa halus yang tidak terlihat, tetapi melumpuhkan gereja dari dalam.
Panggilan untuk Bangkit dan Berfungsi, “Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja.” (Yakobus 1:22)
Apa artinya menjadi gereja yang hidup? Artinya, kita keluar dari kursi nyaman dan mulai menghidupi firman, bukan sekadar mendengar firman.
Bukan hanya hadir di ibadah, tetapi terlibat dalam pelayanan. Konsep pelayanan bukan saja tampil di atas mimbar tetapi melakukan kehendak Tuhan dalam seluruh kehidupan kita, itu pelayanan sejati.
Kolose 3:23: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
- Seorang guru yang mengajar dengan kasih dan kejujuran, itu pelayanan.
- Seorang suami yang setia dan memimpin keluarganya dalam takut akan Tuhan, itu pelayanan.
- Seorang ibu rumah tangga yang membesarkan anak-anak dalam iman, itu pelayanan.
- Seorang pekerja kantor yang menolak suap dan bekerja jujur, itu pelayanan.
Pelayanan sejati bukan hanya tentang kehadiran fisik dalam ibadah atau tampil di atas mimbar, tetapi tentang menghidupi kehendak Tuhan dalam seluruh aspek kehidupan — di rumah, di tempat kerja, dalam keluarga, dan di tengah masyarakat.
Setiap orang percaya dipanggil untuk melayani, bukan hanya dalam struktur gereja, tetapi melalui kehidupan yang taat, setia, dan berbuah di mana pun Tuhan menempatkannya. Inilah ibadah yang sejati — kehidupan yang mempersembahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.
Hidupmu adalah pelayananmu. Jangan tunggu panggung, karena dunia sudah cukup luas untuk menyatakan kasih dan kehendak Allah melalui hidupmu dan jadilah bagian dari gereja yang hidup — yang tidak hanya berkumpul, tetapi bergerak untuk Kristus.
SHALOM TUHAN YESUS MEMBERKATI