Doa Bukan Untuk Mengatur Tuhan
Dalam kehidupan rohani, kita diajarkan untuk datang kepada Tuhan dan menyampaikan segala permintaan kita kepada-Nya. Ini memang benar dan alkitabiah. Namun, menjadi tidak tepat jika doa dijadikan sebagai alat untuk menekan Tuhan agar kehendak kita yang terjadi. Apalagi jika hubungan dengan Tuhan dibangun semata-mata agar segala keinginan pribadi dikabulkan.
Sesungguhnya, tujuan utama kita berhubungan dengan Tuhan bukan agar doa kita dijawab, melainkan untuk menyenangkan hati-Nya dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Tuhan bukan mitra dagang yang harus membalas setiap pengorbanan kita dengan berkat jasmani. Tuhan adalah Bapa yang Mahakuasa, yang kita sembah karena siapa Dia, bukan karena apa yang bisa kita dapat dari-Nya.
"Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." — Lukas 22:42
Yesus sendiri memberikan teladan doa yang agung dalam taman Getsemani. Ia, Sang Anak Allah, tidak memaksa Bapa agar menjauhkan penderitaan, melainkan menyerahkan seluruh kehendak-Nya kepada Allah. Dari sini kita belajar: mengikut Tuhan berarti tunduk sepenuhnya kepada kehendak-Nya, bukan memaksa Tuhan mengikuti keinginan kita.
Berdoa adalah bagian penting dari iman. Alkitab mengajarkan kita untuk datang kepada Tuhan dalam segala perkara (Filipi 4:6). Namun menjadi salah jika kita percaya bahwa semua permintaan pasti dikabulkan hanya karena kita "sudah baik" di pandangan Tuhan.
Tuhan memang Bapa kita, dan kita adalah anak-anak-Nya. Tetapi kasih seorang Bapa tidak berarti Ia harus menuruti semua permintaan anak-Nya. Sebaliknya, kasih itu justru ditunjukkan dengan memberikan yang terbaik—termasuk menolak permintaan yang bisa merugikan kita. Kita tidak selalu tau apa yang terbaik, tetapi Tuhan tau.
Inilah yang disebut kedaulatan Allah—Dia bebas menjawab atau tidak menjawab doa kita, dan keputusan-Nya selalu benar. Maka, kasih kita kepada Tuhan seharusnya tidak bersyarat, tidak ditentukan oleh jawaban doa, keberhasilan, kesembuhan, atau kemakmuran.
Banyak pengajaran yang menyederhanakan relasi dengan Tuhan seperti transaksi bisnis: asal rajin gereja, rajin memberi, maka Tuhan akan membalas dalam bentuk materi dan kemudahan hidup. Ini adalah pemahaman yang sangat sempit dan keliru.
Mengikut Yesus adalah jalan salib—jalan penderitaan, pengorbanan, dan kesetiaan. Iman yang sejati tidak tumbuh dalam kenyamanan, tetapi dalam ketaatan yang diuji.
"Sekalipun Ia membunuh aku, aku akan berharap kepada-Nya." — Ayub 13:15
Seperti Ayub, kita dipanggil untuk tetap percaya bahkan saat hidup terasa tidak masuk akal. Kita mencintai Tuhan bukan karena hidup mudah, tetapi karena kita tahu siapa Tuhan dalam hidup kita.
Kasih kepada Tuhan bukan sekadar emosi sesaat, tetapi komitmen untuk hidup dalam kebenaran dan ketundukan.
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu.” — Matius 22:37
Jangan menjadikan doa sebagai alat negosiasi. Jangan menjadikan ibadah sebagai jalan pintas untuk mendapatkan kemudahan. Kasih yang dewasa kepada Tuhan adalah kasih yang menyerahkan diri kepada kehendak-Nya.
Doa bukanlah alat untuk mengatur atau memanipulasi Tuhan, bahkan jika kita merasa telah hidup menyenangkan-Nya. Hubungan kita dengan Tuhan bukan didasarkan pada transaksi, melainkan pada penyerahan dan kepercayaan. Allah tetap berdaulat atas segala hal, dan kehendak-Nya jauh lebih bijaksana daripada keinginan kita. Maka, berdoalah bukan untuk memaksakan kehendak, tetapi untuk membangun relasi sesuai dengan kehendak-Nya.
SHALOM TUHAN YESUS MEMBERKATI