Antara Rentenir Dan Penjual: Apa Bedanya Menurut Alkitab?
Di zaman sekarang, kita hidup dalam realitas ekonomi yang keras. Harga kebutuhan naik, modal usaha tinggi, dan banyak orang terpaksa meminjam uang untuk bertahan hidup atau memutar roda usahanya. Di tengah situasi ini, sering muncul pertanyaan: Apa bedanya rentenir dan penjual? Bukankah keduanya sama-sama mengambil keuntungan dari orang lain?
Pertanyaan ini bukan sekadar retorika, tapi mencerminkan kegelisahan banyak orang Kristen yang ingin hidup benar di hadapan Tuhan, namun juga harus menghadapi sistem ekonomi yang tidak selalu ramah.
Seorang pedagang membeli pakaian dengan modal Rp100.000. Ia menjualnya seharga Rp130.000 hingga Rp150.000. Keuntungan itu ia gunakan untuk membayar tempat usaha, kebutuhan keluarga, dan menabung sedikit demi masa depan. Di sisi lain, ada orang yang meminjam uang Rp1.000.000 dari rentenir, dan dikenai bunga Rp200.000 per bulan—itu artinya 20% per bulan, atau 240% per tahun.
Apakah ini adil?
Dari luar, keduanya tampak seperti sama-sama mencari untung. Tetapi Alkitab memberi penilaian yang sangat berbeda terhadap keduanya.
Pandangan Alkitab Tentang Rentenir
Alkitab dengan tegas melarang praktik peminjaman dengan bunga kepada sesama umat Tuhan:
"Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku... janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya." (Keluaran 22:25)
"Janganlah engkau memberi pinjaman dengan bunga kepada saudaramu..." (Ulangan 23:19)
Dalam budaya Yahudi kuno, pinjaman kepada orang miskin bukanlah transaksi bisnis, melainkan bentuk kasih dan solidaritas. Memberi bunga atas pinjaman kepada sesama dianggap sebagai bentuk penindasan terhadap yang lemah. Ini sebabnya Mazmur menyebut orang benar sebagai mereka yang "tidak meminjamkan uangnya dengan mengambil bunga." (Mazmur 15:5)
Dalam konteks masa kini, ini menantang praktik rentenir yang memanfaatkan kesulitan ekonomi orang lain untuk mendapatkan keuntungan tinggi tanpa risiko.
Pandangan Alkitab Tentang Penjual
Berbeda halnya dengan penjual. Alkitab tidak mengutuk perdagangan atau keuntungan selama dilakukan dengan jujur. Amsal 31 memuji istri yang cakap yang "membuat pakaian dari lenan dan menjualnya." (Amsal 31:24).
Amsal juga mengatakan bahwa "timbangan dan neraca yang tepat adalah dari TUHAN." (Amsal 16:11), menekankan pentingnya keadilan dan kejujuran dalam berdagang. Artinya, menjual barang dengan harga wajar dan memberi nilai tambah kepada pembeli (misalnya dengan layanan baik, kualitas bagus, atau kemudahan akses) bukanlah eksploitasi, melainkan bagian dari kerja keras dan tanggung jawab ekonomi yang diberkati Tuhan.
Mengapa Ini Penting?
Di masa kini, banyak orang Kristen merasa bersalah saat harus mengambil untung, atau bingung saat meminjam uang dengan bunga. Tulisan ini mengajak kita kembali pada prinsip Alkitab: perbedaan utamanya adalah niat, keadilan, dan belas kasihan. Penjual yang jujur menciptakan nilai dan melayani. Rentenir yang eksploitatif hanya menambah beban orang yang sudah susah.
Dalam dunia yang makin kapitalistik, di mana orang sering dinilai dari "berapa banyak yang mereka hasilkan", suara Alkitab tetap jernih: jangan memeras, jangan menindas, dan hiduplah dalam kasih.
Penjual dan rentenir sama-sama mencari keuntungan, tetapi berbeda secara moral, spiritual, dan sosial. Penjual jujur menciptakan nilai, melayani kebutuhan sesama, dan menanggung risiko usaha. Sementara rentenir menumpuk kekayaan dari penderitaan orang lain, tanpa belas kasihan, dan seringkali menjebak orang dalam jerat kemiskinan.
Dalam pandangan Alkitab, penjual jujur dihargai dan diberkati Tuhan karena usahanya adil dan bermanfaat. Tetapi rentenir dikecam keras sebagai penindas, karena mencari keuntungan dari kelemahan dan kesulitan orang lain.
Tuhan tidak menentang keuntungan, tetapi menentang ketidakadilan.